Termasuk Desa Penglipuran, 5 Desa di Bali Larang Warganya Berpoligami, Begini Sanksinya Bila Berani Melanggar

13 Mei 2024, 17:00 WIB
Salah-satu sudut Desa Penglipuran, Bangli, Bali, yang terkenal. /Iskak Susanto

Bali.pikiran-rakyat.com - Bali memiliki kekayaan adat, tradisi dan budaya yang begitu kental dan diwarisi secara turun temurun dan masih dijaga serta dilestarikan sampai saat ini.

Salah satu adat dan tradisi adi luhung masyarakat Bali yang pantang untuk dilanggar adalah masalah perkawinan.

Sejumlah desa di Bali bahkan secara turun temurun melarang warganya untuk berpoligami.

Baca Juga: Tak Sepopuler Candi Borobudur dan Prambanan, Candi Abad ke-7 di Sumatera Ini Mencakup 8 Desa di Jambi

Larangan praktik poligami ini bahkan diatur dalam hukum adat dengan berbagai sanksi bila melanggarnya.

Berikut 5 desa di Bali yang melarang warganya untuk berpoligami.

1. Desa Tenganan Pegringsingan, Karangasem

Desa yang sangat melarang warganya menganut poligami adalah Desa Tenganan Pegringsingan, Kabupaten Karangasem.

Larangan berpoligami bahkan didasarkan pada awig-awig adat atau aturan adat yang berlaku di desa tersbut.

Baca Juga: Mengenal Kawasan Wisata Canggu, Kampung Turis di Bali

Bila ada lelaki di desa itu berpoligami maka dia tidak berhak duduk di jajaran krama  desa ngarep atau warga desa utama. Tak berhak ikut sangkep (rapat) di Bae Agung.  

Lelaki Tenganan Pegringsingan juga dikenai sanksi adat jika menikahi seorang janda.

2. Desa Penglipuran, Bangli

Larangan poligami juga berlaku bagi warga Desa Pengliburan Kabupaten Bangli.

Di desa ini lelaki yang memiliki istri lebih dari satu selain dikeluargan dari keanggotaan krama desa ngaret (warga desa utama) dan keanggotaan “ulu-upad” juga diasingkan.

Mereka harus tinggal di sebuah tempat khusus di tebenan (hilir) desa. Tempat tersebut diberi nama “karang memadu”.

Baca Juga: Mengenal Kawasan Wisata Canggu, Kampung Turis di Bali

3. Desa Bayung Gede, Bangli

Desa Bayung Gede adalah sebuah desa kuno di kawasan Kintamani, Bangli.

Desa ini diyakini sebagai asal nenek moyang orang penglipuran.

Desa Bayung Gede memiliki tradisi mirip dengan Desa Penglipuran.

Lelaki berpoligami di desa ini praktis keluar dari keanggotaan ulu-upad.

Baca Juga: Marselino Ferdinan Menjuluki Dirinya dengan Witan Sulaiman Sebagai Duo Tachibana, Ini Artinya

Lelaki berpoligami diyakini sangat berbahaya jika tinggal di pekarangan desa.

Jika tinggal di pekarangan desa maka dipercaya akan terjadi bencana dalam keluarga.

4. Bonyoh, Bangli

Desa tetengga Bayung Gede, yakni Desa Bonyoh juga memiliki tradisi pantang berpoligami.

Larangan ini awalnya tidak tersirat dalam awig-awig atau aturan desa, namun untuk menjamin kelestarian tradisi, larangan itupun sekarang telah tersurat dalam awig-awig desa.

Seperti di Bayung Gede, mereka yang melanggar dicabut status krama desa adatnya.

5. Desa Pakraman Umbalan

Desa terakhir yang juga melarang warganya berpoligami adalah Desa Pakraman Umbalan.

Larangan praktek poligami ini didasari atas mitos yang diwarisi secara turun temurun.

Larangan poligami tidak ada diatur dalam awig-awig desa ini, namun tradisi ini pantang untuk dilanggar.

Baca Juga: Kronologi Kasus Pemerkosaan WNA Belarus di Bali, Diduga Berawal dari Modus Penipuan Lowongan Kerja

Lelaki yang berpoligami dipantangkan masuk ke jeroan atau halaman utama Pura Puseh-Bale Agung.

Yang lebih unik lagi desa yang memiliki hubungan dekat Desa Bonyoh ini juga saling ambil istri (juang ke juang) dengan Desa Bonyoh. ***

 

Editor: Nyoman Askara

Tags

Terkini

Terpopuler