Oknum Dewan Badung Diduga Kecipratan Fulus Tanah Timbul Pantai Lima

9 Juni 2024, 18:30 WIB
Potret Reklamasi Pantai Lima di Jalan Babadan, Pererenan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung /Istimewa

Bali.pikiran-rakyat.com - Bau tak sedap menyeruak di pemanfaatan tanah timbul atau hasil reklamasi Pantai Lima di Jalan Babadan, Pererenan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung.

Salah satu tokoh masyarakat yang enggan disebutkan namanya menduga, proyek swasta yang memanfaatkan tanah timbul itu bisa berjalan aman karena diduga ada oknum dewan Badung yang kecipratan fulus dari investor.

Hal tersebut diungkap tokoh Pererenan itu kepada awak media, Minggu 9 Juni 2024. Ungkap dia, kasus pemanfaatan tanah timbul itu belakangan ramai menjadi pembicaraan warga.

Baca Juga: Berapa Budget yang Perlu Disiapkan untuk Berwisata ke Pulau Menjangan Via Buleleng Bali?

Baca Juga: Jelang Timnas Indonesia Kontra Irak, Shin Tae-yong Fix Coret Sosok Rp13 Miliar Gegara Buat Kesalahan

"Tanah timbul tersebut kan tanah negara, siapa yang memberikan izin investor? Ini diduga ada keterlibatan oknum anggota DPRD Badung," katanya.

Dia juga menjelaskan, jika tanah itu dimanfaatkan oleh investor dan dananya jelas masuk ke kas negara. Tentu, sebagai masyarakat, pihaknya tidak mempermasalahkan. Hanya saja, ini dana dari investor diduga masuk ke kantong pribadi oknum dewan. "Apa bisa tanah negara berupa tanah timbul disewakan? Ini patut diduga ada permainan," sebutnya.

Tak kalah menarik terjadi di lingkup Desa Pererenan, di mana pihak desa tidak mau bertemu dengan Forum Peduli Lingkungan Desa Adat Pererenan. Ujung-ujungnya, pihak BPN Badung yang malah mempertemukan pihak forum dengan pengurus Desa Adat Pererenan dan jajaran Pemkab Badung terkait lainnya.

Baca Juga: Bukan Salah Justin Hubner dan Ernando Ari Timnas Indonesia Dibantai Irak, Celah Asuhan Shin Tae-yong Ditemukan

Baca Juga: Blackpearl Kelan Beach, Sensasi Nikmati Seafood Bersanding Senja dan View Laut yang Indah

“Saya kan marah, kenapa persoalan desa harus diselesaikan di sana. Kan kita di desa selesaikan dulu, baru ke situ," tukasnya. Dari pertemuan itu pihak BPN menyarankan menggelar pertemuan di desa, tapi tak digubris desa adat dan dinas.

Ujung-ujungnya, kini di atas lahan reklamasi yang sudah mendirikan pondasi bangunan yang diperkirakan akan dimanfaatkan oleh investor sebagai restoran seluas 3.000 meter per segi atau 30 are.

Diketahui akan ada bangunan di atas lahan reklamasi tersebut, barulah pihak desa adat sadar dan juga sempat meminta bantuan dari Forum Peduli Lingkungan Desa Pererenan, padahal dari awal proyek penataan pantai ini tidak pernah mau direspon.

Baca Juga: 5 Glamping Murah di Kintamani dengan View Terbaik Gunung Batur, Harga Mulai Rp300 Ribuan

Baca Juga: 5 Penginapan Murah Sekitar Jalan Raya Ubud, Harga Mulai Rp100 Ribuan

Di bagian lain I Wayan Madia, sebagai tokoh masyarakat Desa Pererenan, juga secara terang-terangan menyebutkan dari BPN Badung belum pernah mengeluarkan sertifikat lahan timbul atau reklamasi hasil pengurugan Sungai Surungan dari proyek penataan Pantai Lima.

Sepengetahuannya lahan seluas kurang lebih 60 are tersebut, sudah ada yang penah memohonkan sertifikat yang diduga dilakukan oleh oknum dari Desa Pererenan bersama pihak investor.

Namun janggalnya pemohon ingin agar lahan tesebut dipecah menjadi empat sertifikat.

“Saya tanyakan ke BPN kenapa dalam satu hamparan luas tanah timbul itu mau dipecah menjadi 4 sertifikat? Ini kan satu hamparan kok mau dipecah? Tolong diberikan penjelasan. Namun sampai sekarang pun tidak pernah diberikan jawaban,” paparnnya.

Ada lagi permohonan sertifikat atas nama Desa Adat Pererenan, namun tetap ditolak oleh BPN Badung. Pun sampai akhirnya kembali dimohonkan atas nama Pura Desa lan Puseh Desa Adat Pererenan yang ikut bertandatangan tentunya aparat desa, seperti Kelian Adat dan Perbekel yang memberikan legalisasi sepertinya saat itu.

Baca Juga: Ketut Suiasa Comeback! Pendamping Giri Prasta Itu: Orang lama atau orang baru?

Baca Juga: Berapa Budget yang Perlu Disiapkan untuk Berwisata ke Pulau Menjangan Via Buleleng Bali?

Berkas permohonan itu akhirnya diterima oleh BPN Badung. "Namun belum diproses sampai sekarang.

Karena kita mempertanyakan kenapa sertifikat itu harus dibagi empat? Kok mengajak investor? Karena dari awal pihak desa merancang katanya investor yang membantu mensertifikatkan, karena biayanya besar per are dibilang Rp 500 juta.

Alasan dari pihak desa seperti itu,” tukasnya. Tak kalah menarik, kelian adat malah mengaku tidak pernah menandatangani permohonan sertifikat itu.

Sayangnya, pihak Perbekel Desa Adat Pererenan belum bisa dihubungi ketika akan dikonfirmasi, termasuk Kelian Desa Adat Pererenan, I Gusti Ngurah Rai Suara belum merespons konfirmasi awak media. ***

Editor: Pratama

Terkini

Terpopuler