Sekolah Lapang Kearifan Lokal Jadi Agen Ketahanan Pangan

27 Juni 2024, 11:41 WIB
Sekolah Lapang Kearifan Lokal Jadi Agen Ketahanan Pangan /Istimewa

Bali.pikiran-rakyat.com - Masyarakat adat yang tersebar di kepulauan Indonesia telah menjadi penjaga budaya pangan yang beragam selama berabad-abad.

Budaya pangan ini merupakan hasil dari pengetahuan lokal yang terbentuk melalui proses pembelajaran dan adaptasi dengan kondisi alam yang khas, baik di darat, pesisir, maupun laut.

Lebih dari sekadar warisan sistem produksi dan konsumsi, budaya pangan ini juga membentuk pandangan hidup serta sistem budaya yang diwariskan secara turun-temurun.

Baca Juga: Mutasi 22 Pamen Polda Bali Termasuk Posisi Karolog, Dir, dan Kapolres

Baca Juga: Kanto Lampo Waterfall Bali, Cantiknya Air Terjun di Bebatuan Berundak Gianyar

Budaya pangan terintegrasi dengan kepercayaan, adat istiadat, dan ritual, bahkan menjadi ritus kehidupan masyarakat adat.

Apalagi, Indonesia dikenal memiliki keberagaman sumber pangan yang sangat tinggi.

Data dari Badan Ketahanan Pangan menunjukkan bahwa Indonesia memiliki 77 jenis tanaman pangan sumber karbohidrat, 75 jenis sumber minyak atau lemak, 26 jenis kacang-kacangan, 389 jenis buah-buahan, 228 jenis sayuran, serta 110 jenis rempah dan bumbu.

Baca Juga: Tidak Jauh dari Pura Ulun Danu Beratan, Bali Handara Gate Ini Sayang Bila Dilewatkan

Baca Juga: Rumput Stadion Gelora Bung Karno Dikritik Habis-habisan, Disebut Tak Modern

Keberagaman sumber pangan yang tersebar di kepulauan ini melahirkan budaya pangan yang beragam.

Hal ini diungkapkan oleh Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek, Hilmar Farid, melalui Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Esa dan Masyarakat Adat, Sjamsul Hadi, saat bertemu puluhan fasilitator Sekolah Lapang Kearifan Lokal (SLKL) dan Pandu Budaya di tiga Kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur, pada 26 Juni 2024.

Sekolah Lapang Kearifan Lokal (SLKL) adalah program dari Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat, Dirjen Kebudayaan, Kemendikbudristek yang berusaha menyentuh daerah terpencil dan pulau terluar di Nusa Tenggara Timur.

Baca Juga: Jabat Ketua PDI Perjuangan Kediri, Relawan Beberkan Alasan Kenapa Mulyadi Daftar ke Golkar for Pilkada Tabanan

Baca Juga: Mengunjungi Pura Siwa di Atas Bukit dengan View yang Asri dan Cantik, Jadi Jujugan Melukat Para Turis

Untuk tahun 2024, SLKL digelar di 14 pulau terluar dan pesisir di Kabupaten Sikka, Kabupaten Flores Timur, dan Kabupaten Alor.

Selain mendata 10 Objek Pemajuan Kebudayaan, SLKL yang melahirkan Pandu Budaya akan menjadi agen untuk kampanye kedaulatan pangan lokal.

Yani Haryanto, Pamong Budaya Ahli Muda Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, menjelaskan bahwa para Pandu Budaya yang mendapat pelatihan melalui Sekolah Lapang Kearifan Lokal tahun 2024 akan disebar di tiga Kabupaten dan 14 Pulau Kecil di Kabupaten Alor, Kabupaten Sikka, dan Kabupaten Flores Timur.

Baca Juga: Sensasi Bermalam di Demen D' Kubu, Menginap di Tengah Kebun Kopi yang Tenang di Lereng Gunung Batukaru

Baca Juga: Simpang Siur Cerita Broken Ship Pantai Nunggalan, Kenapa Bisa Ada Kapal Rusak Disana?

"Para Pandu Budaya didampingi fasilitator akan dikirim untuk kegiatan temu kenali SLKL dan penggalian Obyek Pemajuan Kebudayaan di Pulau Adonara, Pulau Solor, Pulau Pantar, Pulau Pura, Pulau Ternate, Pulau Buaya, Pulau Lapang, Pulau Kajodai, Pulau Parumaan, Pulau Pemana, Pulau Pangamana, dan Pulau Babi serta beberapa pulau lain yang tersebar di tiga Kabupaten tersebut," paparnya.

Menurut Yani, membangun kedaulatan pangan harus menjadi gerakan bersama yang dimulai dari kedaulatan pikiran, karena pangan tidak hanya tentang konsumsi tetapi juga sebuah budaya. Daulat pangan akan berhasil bermula dari kedaulatan pikiran masyarakat adat.

Mendokumentasikan keberagaman pangan, memproduksi, mengolah, dan cara menyajikan makanan adalah bagian dari budaya. Pangan menjadi bagian penting dari budaya orang Indonesia.

Indonesia memiliki keragaman sumber pangan. Karena masyarakat adat di pulau-pulau kecil mampu menjaga keragaman pangan lokal, maka NTT menjadi front dari kedaulatan pangan melalui program SLKL.

Budaya pangan masyarakat adat di Indonesia, khususnya di Nusa Tenggara Timur, merupakan kekayaan yang tak ternilai.

Dengan keberagaman sumber pangan dan pengetahuan lokal yang mereka miliki, masyarakat adat telah membuktikan bahwa mereka adalah penjaga warisan budaya yang sejati.

Melalui program Sekolah Lapang Kearifan Lokal, diharapkan kedaulatan pangan dapat terus terjaga dan menjadi inspirasi bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Gerakan bersama untuk menjaga dan menghargai keberagaman pangan lokal adalah langkah penting menuju kedaulatan pangan yang sesungguhnya. ***

Editor: Pratama

Terkini

Terpopuler